Skip to main content

Bagi sebagian besar generasi muda, tujuan selanjutnya setelah menyelesaikan pendidikan jenjang tinggi adalah untuk mengejar karier di perusahaan idaman. Tidak demikian halnya dengan Willis, pria berumur 29 tahun ini lebih memilih untuk kembali ke perkebunan kelapa sawit tempatnya tumbuh, setelah menyelesaikan studi master di Universitas Gajah Mada.

Bagi Willis, ilmu yang ia dapatkan harus membuatnya mampu lebih banyak memberikan kontribusi bagi masyarakat di tempat asalnya. Keyakinan inilah yang mendorongnya untuk bergabung sebagai salah satu pengurus Koperasi Unit Desa (KUD), di samping menjalani peran sebagai petani kelapa sawit generasi muda.

“Sejak kecil saya melihat akses jalan yang kurang memadai, listrik yang belum sampai ke rumah-rumah, hal-hal itulah yang memacu saya untuk mengejar pendidikan agar mampu membuat perubahan yang lebih baik,” ungkap Willis.

Menjemput kesempatan
Sejak kecil, Willis sudah memahami bahwa lingkungan tempatnya tumbuh sangatlah jauh berbeda dengan lingkungaan perkotaan yang kerap ia lihat dari layar televisi.

Namun, ia tidak pernah merasa malu menjadi seorang anak petani kelapa sawit. Ia bahkan mampu melihat banyak keuntungan tumbuh di lingkungan perkebunan kelapa sawit, dibandingkan anak-anak yang tumbuh di kota.

“Kami memiliki lebih banyak kesempatan untuk bereksplorasi dengan alam. Hal tersebut pulalah yang menumbuhkan kecintaan saya pada studi Botani,” ungkapnya.

Semangat belajar yang tertanam dari kecintaan Willis pada lingkungan tempat tinggalnya membuat ayah satu anak ini rela merantau ke Ibu Kota Kabupaten, Pangkalan Kerinci, sejak bangku SMA.

“Karena sudah terbiasa merantau sejak SMA, saya pun tak ragu mengikuti seleksi Bibit Unggul Daerah untuk masuk ke Universitas Gadjah Mada dan kemudian saya diterima,” Willis melanjutkan.

Pada tahun 2011, Willis mulai merantau lebih jauh lagi ke Yogyakarta untuk menempuh pendidikan tinggi. Ia mengambil Studi Botani di Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada.

Setelah menyelesaikan pendidikan S1 pada 2015, Willis tidak lantas berpuas diri. Semangatnya untuk mengejar ilmu membawanya melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

Ia melanjutkan pendidikan program pasca-sarjana biologi pada tahun 2015 di kampus yang sama dan menyelesaikannya pada tahun 2017.

Menyinergikan potensi antar generasi
Tak lama setelah menyelesaikan studi pasca-sarjana, Willis kembali ke kampung halamannya di lingkungan perkebunan kelapa sawit, hingga kehidupan menuntunnya untuk bergabung menjadi pengurus di Koperasi Unit Desa (KUD) Jaya Makmur.
“Saya selalu bermimpi membuat perubahan ketika saya sudah cukup berilmu dan saya rasa perubahan tersebut bisa dimulai dari KUD,” ungkap Willis.

Menjabat sebagai sekretaris di KUD Jaya Makmur, Willis merasa ilmu yang dimilikinya telah banyak membantunya dalam berkomunikasi dengan warga, untuk membuat Willis memahami kebutuhan warga.

“Hampir seluruh warga di sini berprofesi sebagai petani kelapa sawit. Oleh karena itu, latar belakang saya sebagai anak petani kelapa sawit yang sekarang juga menggeluti profesi yang sama benar-benar banyak membantu saya mendapatkan perspektif yang sesuai untuk memahami permasalahan mereka dan memberikan solusi yang tepat,” lanjutnya.
Meski demikian, tak ada kesempatan yang muncul tanpa tantangan. Bagi Willis, tantangan terbesar justru muncul dalam konteks kesenjangan antar-generasi petani kelapa sawit. Keterlibatannya dalam ruang-ruang organisasi masyarakat seperti KUD adalah salah satu strategi Willis.

“Perlu ada jembatan yang menghubungkan visi dan misi generasi pertama dan generasi kedua petani kelapa sawit, sehingga kita bisa menyinergikan potensi dari kedua generasi untuk mewujudkan masa depan kelapa sawit yang lebih berkelanjutan,” terangnya seraya melanjutkan “keterlibatan generasi muda di ruang bermasyarakat seperti KUD ini bisa menjembatani kebutuhan tersebut.”

Walau terkadang masih muncul beberapa ketidaksepahaman antar kedua generasi, Willis bersyukur karena terdapat satu hal yang telah menjadi kesepakatan seluruh petani kelapa sawit: inovasi dan praktik baik manajemen kebun.

“Dalam hal inovasi, kita sudah mendapatkan ilmu dan pelatihan terbaik dari mitra kami, Asian Agri. Sehingga kami, petani kelapa sawit, tidak perlu lagi melakukan trial and error dalam praktik berkebun. Cukup mengikuti arahan dari para ahli di Asian Agri. Ini adalah poin terpenting bagi kami petani kelapa sawit. Ketika kami sudah bersinergi dalam konteks ini, menyatukan visi untuk hal lain akan terasa lebih mudah,” pungkas Willis.