Skip to main content

Sudahkah kamu berkenalan dengan Tyto alba?

Tyto alba atau yang juga dikenal dengan Serak Jawa merupakan salah satu jenis burung pemangsa yang cukup populer untuk mengendalikan hama, baik di area perkebunan maupun pertanian. Di perkebunan kelapa sawit Asian Agri, Tyto alba dikembangbiakan dan akan sangat mudah untuk dijumpai.

 

 

Serangan hama tikus menjadi sesuatu yang menakutkan bagi para pekebun kelapa sawit baik petani maupun perusahaan. Mahluk pengerat ini biasanya memakan pangkal pelepah sawit muda ataupun memakan buah masak dari tandannya. Bila tidak dibasmi, populasi tikus akan cepat meningkat dan akan semakin sulit dikendalikan.

Tyto alba telah lama menjadi sahabat yang sigap bagi Asian Agri dalam mengendalikan peredaran hama kelapa sawit secara alami tanpa bahan kimia.

Namun, burung hantu ini kerap dikaitkan dengan berbagai mitos yang cenderung mistis. Selain karena bulunya didominasi warna putih, Tyto alba mengeluarkan bunyi yang berbeda dari jenis burung hantu lainnya. Suaranya keras, parau, dan menyerupai teriakan bernada tinggi yang menyeramkan, bunyinya terdengar “sraaakkk”.

Hal ini membuat manusia banyak menghubungkan keberadaan Tyto alba dengan pertanda buruk atau kesialan.

Namun, di Asian Agri Tyto alba mendapat predikat khusus sebagai penjaga sawit.

 

 

Pemburu Alami yang Handal
Berbeda dengan spesies burung hantu pada umumnya, jenis Tyto alba memiliki bentuk wajah menyerupai hati, mata yang sangat tajam, serta kaki yang kokoh, dan kuku yang tajam untuk mencengkeram musuhnya serta paruh yang kuat dan lebar sehingga dapat menelan tikus secara utuh.

Dengan tampilan warna yang lebih cerah dan warna bulu di dada yang berwarna putih serta sayap berwarna coklat keemasan, seekor burung hantu Tyto alba dewasa memiliki tinggi kurang lebih 35 cm dengan berat sekitar 500-600 gram.

Cara membedakan Tyto alba betina dan jantan adalah terletak pada warna bulu di leher mereka. Zulkarnaen, Mandor Pengendalian Hama dan Penyakit Asian Agri yang bertugas di Kebun Buatan, Provinsi Riau menjelaskan, “Tyto alba betina memiliki bulu leher yang lebih coklat, sedangkan jantan warna bulu lehernya lebih putih.”

Di samping keanggunan yang dimiliki oleh Tyto alba, kemampuan berburu burung hantu ini tidak dapat diragukan. Jika burung-burung predator lainnya mengandalkan kecepatan, Tyto alba sangat mengandalkan kemampuan pendengarannya yang di atas rata-rata untuk mendeteksi lokasi mangsanya.

Sebagai hewan yang aktif di malam hari (nocturnal), tentu saja Tyto alba memiliki indera penglihatan yang baik, namun tidak mengalahkan fungsi utama indera pendengarannya yang sangat sensitif.

Tyto alba cukup menajamkan pendengarannya dan dapat langsung mengetahui posisi pasti target buruannya hanya dengan sedikit suara gesekan rumput saja.

Biasanya ia menargetkan tikus sebagai mangsa buruan, namun Tyto alba juga memakan hewan kecil lainnya seperti burung kecil, ular, ataupun serangga. Setelah yakin, ia terbang dalam senyap untuk kemudian mengejutkan dan menyergap mangsanya dengan cakarnya yang kokoh.

Keseluruhan prosesnya berlangsung senyap, penuh ketenangan, sekaligus mematikan.

Tyto alba akan menelan utuh mangsanya atau mencabik-cabik hingga terbagi dalam bagian-bagian kecil sebelum dimakan. Ia tidak akan melumat bulu-bulu dan tulang mangsanya tapi akan memuntahkannya kembali secara berkala dalam bentuk pelet.

 

 

Efektif Melindungi Sawit
Di perkebunan kelapa sawit, kemampuan berburu yang dimiliki oleh Tyto alba merupakan aset yang sangat berharga dalam memberantas hama.

Salah satu hama yang paling umum ditemui di perkebunan kelapa sawit adalah tikus. Tikus biasanya mengincar buah kelapa sawit yang sudah matang dan mempengaruhi kualitas dan kuantitas hasil produksi perkebunan kelap sawit. Masalah ini jelas mendatangkan dampak ekonomi yang signifikan.

Dengan perkebunan kelapa sawit seluas 100.000 hektar, bisa dibayangkan dampak terhadap lingkungan jika hama diberantas menggunakan pestisida.

Solusinya, Asian Agri mengandalkan Tyto alba sebagai predator alami hama tikus.

Tyto alba tidak membuat sarang seperti burung berkicau, biasanya menggunakan sarang yang sudah ada atau mengambil alih sarang yang ditinggalkan. Untuk itulah Asian Agri menempatkan satu kandang burung hantu di setiap 25 hektar lahan perkebunan untuk mengundang Tyto alba bersarang.

Dalam pembuatan kandang burung hantu, Asian Agri memperhatikan beberapa aspek seperti dinding kandang burung hantu biasanya terbuat dari triplek, untuk lantainya terbuat dari papan dan harus rata untuk mencegah telur terguling ke sudut kandang dan menyebabkan pecah sebelum waktu menetas. Sedangkan bagian atas dilapisi dengan seng untuk melindungi dari hujan. Di dalam kandang, terdapat sekat yang memiliki 3 fungsi, yang pertama untuk menghindari sinar matahari secara langsung, yang kedua sekat berfungsi sebagai pemisah antara Tyto alba dewasa dan anaknya, sedangkan fungsi ketiga yaitu agar anak burung hantu tidak jatuh dari kandang.

Andreas Sitompul, Manajer Kebun Buatan Asian Agri menjelaskan, “Kami membuat kandang burung hantu dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi sesuai ukuran rata-rata dan memiliki standar yang sama kokohnya. Struktur tiang harus kuat dengan tinggi minimal 5,5 meter dan kandang diberi nomor urut untuk mempermudah tim kami ketika melakukan sensus burung hantu.”

Penempatan kandang burung hantu merupakan upaya Asian Agri melindungi populasi sang pemburu hama tikus di perkebunan sawit ini. Kandang bukan untuk menjebak, namun memantau jejak. Di ruang terbatas, telur aman menetas. “Banyak langkah konservasi yang dapat dilakukan untuk membuat populasi burung hantu tetap terjaga, Dengan memberi ruang aman dan nyaman di tengah kebun sawit, burung hantu Tyto alba tak akan kesulitan menemukan makanan yang cukup dan ini membantu menghindari aksi pemburu liar,“ kata Andreas.

Deteksi Tyto Alba di Kebun Sawit
Keberadaan populasi burung hantu diketahui Asian Agri dengan melakukan observasi secara berkala di malam hari setelah pukul 22.00 WIB, menggunakan senter dan mencari Tyto alba yang biasanya beristirahat atau tidur di pohon kelapa sawit.

Tidak hanya itu, deteksi burung hantu juga dilakukan dengan mengamati rumah-rumah yang memiliki loteng di sekitar perkebunan sawit. Tim Asian Agri akan memeriksa apakah terdapat kotoran atau bulu di sekitarnya.

“Setiap sebulan sekali kita melakukan pengecekan dan sensus terhadap jumlah burung hantu di perkebunan, termasuk juga menghitung berapa jumlah telur di setiap kandang burung hantu yang telah disebar di perkebunan,” jelas Zulkarnaen.

Saat ini di Kebun Buatan, Riau, Asian Agri memiliki sekitar 100 burung hantu Tyto alba yang dibiarkan hidup secara alami sesuai habitatnya. Burung hantu yang dapat memutar lehernya 180 derajat ini dapat hidup kurang lebih 5 tahun jika tidak dimangsa oleh hewan yang lebih besar seperti ular.

 

 

Merawat Tanpa Mengikat
Asian Agri juga melakukan pengecekan serta sensus secara berkala terhadap jumlah burung hantu di perkebunan.

“Kami mengecek kesehatan mereka secara teratur, dan terkadang kami menemukan anak burung hantu di kandang.” kata Zulkarnaen, seorang penjaga burung hantu.

Zulkarnaen menambahkan bahwa anak burung hantu akan pergi dan mencari sarang sendiri setelah mereka berusia 6 bulan.

“Kami membiarkan mereka lepas ke alam dan tidak memelihara mereka,” tandasnya.

Direktur Sustainability and Stakeholder Relations, Bernard Riedo, menjelaskan bahwa metode ini membuat Asian Agri mampu mengontrol hama tanpa membahayakan makhluk hidup lainnya di sekitar kebun.

Praktik tersebut konsisten dengan filosofi bisnis Asian Agri yaitu menjalankan bisnis yang baik bagi masyarakat (community), baik bagi negara (country), baik bagi iklim (climate), baik bagi pelanggan (customer) sehingga akan baik bagi perusahaan (company).

 

 

 
 

 

Leave a Reply