Skip to main content

Kehidupan Riaman Ilyanto menjadi cukup berat ketika ia memutuskan untuk pindah dari Surabaya ke Riau pada tahun 1997 untuk menjadi seorang petani kelapa sawit. Tujuannya satu, ia berusaha mencari kehidupan yang lebih baik untuk keluarganya.

Bahkan ia nekat untuk menjual tanahnya yang ada di Surabaya untuk dijadikan modal membuka lahan perkebunan kelapa sawit dan bergabung bersama program PIR Trans di Kerinci Kanan, sebuah program yang mendorong para transmigran untuk mengembangkan industri kelapa sawit di berbagai penjuru Indonesia.

Ia terinspirasi oleh salah seorang kakaknya yang sudah lebih dulu bergabung bersama program PIR Trans.

“Saya melihat kehidupannya sudah jauh lebih baik semenjak pindah ke Riau.

“Saya menyadari, saya hanya lulusan SMP, apa yang terjadi jika saya tetap tinggal di Surabaya dengan latar belakang saya yang hanya memiliki Ijazah SMP? Pasti sulit bagi saya untuk menyejahterakan keluarga saya, maka dari itu saya memutuskan untuk pindah ke Kerinci Kanan untuk menjadi petani,” lanjutnya.

 Salah satu petani plasma mitra Asian Agri

“Saya nekat menjual tanah saya untuk membeli lahan perkebunan sawit seluas 2,5 hektar di Kerinci Kanan,” jelas Riaman.

Ketika pertama kali Riaman tiba di rumah barunya di Kerinci Kanan, lingkungan sekitarnya sangat sulit untuk dijangkau dan masih banyak hewan-hewan liar yang berkeliaran. Pernah satu kali salah seorang anaknya dikejar-kejar oleh babi liar.

Rintangan yang dihadapin Riaman tak hanya berhenti di situ saja. Ketika ia berusaha mengembangkan perkebunannya, ia juga mencari penghasilan tambahan dari pekerjaan lainnya. Riaman sempat menjadi tukang ojek, hingga akhirnya ia mampu membeli sebuah mobil dan menggunakannya untuk jadi angkutan jemputan anak sekolah.

Masa yang cukup sulit bagi Riaman, namun itu semua ia jalankan agar ketiga anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik dibandingkan kehidupan Riaman sebelumnya.

“Ya mau tidak mau saya dan keluarga harus tetap bertahan dalam kondisi seperti itu, karena apapun yang terjadi saya sudah bertekad bahwa saya harus membahagiakan keluarga saya,” lanjutnya.

Sebagai bagian dari program pemerintah, para petani kelapa sawit yang bermitra dengan perusahaan kelapa sawit, akan diberikan bantuan dan bimbingan dalam mengelola perkebunannya. Riaman bermitra dengan Asian Agri, yang memberikan pembeli tetap untuk semua hasil perkebunannya, dengan harga yang telah ditentukan oleh pemerintah.

 Petani Mitra Asian Agri mendapat pendampingan dari Asian Agri

“Asian Agri sangat peduli kepada para petani kelapa sawit yang transmigrasi dari pulau Jawa ke Riau ini. Mulai dari penyediaan bibit, pemupukan, perawatan kelapa sawit, hingga akhirnya panen, kami selalu dibimbing oleh Asian Agri” katanya.

Bermitra dengan Asian Agri adalah kunci keberhasilan perkebunan kelapa sawit milik Riaman, yang kini telah berkembang dengan sangat cepat, yang semula seluas 2.5 hektar menjadi 27 hektar. Tanpa kemitraan yang baik seperti ini, mungkin Riaman tidak dapat meningkatkan perekonomian keluarganya.

Peningkatannya pun sangat drastis. Penghasilannya sekarang mencapai Rp40-50 juta per bulan, sekitar 40 kali lebih tinggi dari pendapatan rata-rata petani non sawit di Indonesia, berdasarkan data dari Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute.

Riaman memiliki tiga orang anak, yang dua di antaranya berkukiah di Universitas Riau. Sebuah pencapaian yang mungkin akan sangat sulit diwujudkan oleh Riaman beberapa tahun lalu, mengingat dahulu ia belum memiliki apa-apa dan biaya kuliah sangatlah mahal.

Salah seorang anaknya yang bernama Andum, kini tengah menempuh studi di Jurusan Komunikasi Universitas Riau.

 

“Padahal dulu terlintas dipikiran saya pun tidak. Karena dulu saya sadar, saya tidak mungkin meminta apa-apa kepada ayah saya. Untuk makan saja susah, apalagi untuk uang kuliah,” katanya.

Setelah lulus nanti, Andum memiliki cita-cita untuk mengejar karir di industri perbankan atau hubungan masyarakat, dan adiknya juga berharap untuk bisa mengikuti Andum untuk berkuliah ketika lulus SMA nanti.

Menurut Riaman, pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi anak-anaknya, karena ia ingin anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang layak.

“Saya berkaca pada diri saya sendiri, saya tidak mau anak saya tidak seperti saya yang hanya lulusan SMP ini, mereka harus bisa sekolah yang tinggi, jangan seperti bapaknya ini,” kata Riaman.
“Maka dari itu saya rela banting tulang kepala jadi kaki, kaki jadi kepala, yang penting anak saya bisa sekolah yang tinggi,” ujarnya.

Leave a Reply

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.