Skip to main content

Ida Febriantine kerap mengambil jalan yang tidak biasa dipilih oleh wanita pada umumnya. Di tahun 1990-an, ketika harus melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, Ida memilih Jurusan Kehutanan yang sangat sedikit diminati oleh mahasiswi pada waktu itu.

Namun, bagi Ida, keputusan-keputusan yang tidak biasa dalam hidupnya akan memberikan banyak kemudahan baginya di masa depan.

Ida Febriantine – Produsen kelapa sawit berkelanjutan

“Saya memutuskan untuk mempelajari studi kehutanan setelah memperhitungkan kesempatan jangka panjang untuk berkarir. Menurut saya, karena jarang diminati mahasiswi, lulusan wanita di bidang ini akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Perhitungan saya pun terbukti,” ungkap Ida seraya tersenyum.

Selepas menyelesaikan pendidikan strata-1 (S1) di tahun 1996, Ida bergabung dengan Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) sebagai Tree Breeder yang bertanggung jawab dalam pembiakan tanaman.

Namun, semangat belajar Ida yang tinggi kembali mengantarkannya untuk melanjutkan pendidikan di bidang genetika hutan di Taiwan pada tahun 1998.

“Saya ingin memperdalam pengetahuan saya mengenai genetika hutan, sehingga saya memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke Taiwan. Dari sana, keinginan untuk belajar lebih banyak lagi mengenai genetika hutan, memacu saya untuk lanjut mempelajari ilmu kultur jaringan tanaman di Belgia,” ungkap Ida.

Ida pun kembali ke Indonesia di tahun 2003 dan kembali bergabung dengan PT RAPP untuk turut mengimplementasikan metode isolasi jaringan tanaman yang dapat meningkatkan produktivitas kebun.

Di tahun 2007, Ida diminta untuk memimpin laboratorium Clonal Oil Palm Production Unit (COPPU) di bawah naungan Asian Agri.

Fungsi utama COPPU di Asian Agri adalah untuk memproduksi tanaman kelapa sawit baru dari bagian pohon kelapa sawit yang sudah tumbuh, tanpa harus menanamnya dari masih berbentuk bibit.

Latihan Bela Diri di Asian Agri

“Dengan menerapkan metode kultur jaringan tanaman, kita dapat memproduksi tanaman kelapa sawit yang lebih unggul dibanding jika menerapkan metode penanaman biasa,” Ida menerangkan.

Meskipun begitu, metode kultur jaringan ini pun sedang dalam tahap pengembangan di laboratorium Asian Agri.

“Kami terus memantau perkembangan tanaman di laboratorium secara intensif untuk memastikan semua tanaman tumbuh dengan normal. Ketika sudah dapat dipastikan tanaman tumbuh dengan baik, kami akan memindahkan tanaman-tanaman di laboratorium ini untuk ditanam di kebun,” tambahnya.

Menurut Ida, pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan yang diterapkan di perkebunan kelapa sawit oleh Asian Agri akan membantu tanaman kelapa sawit untuk menghasilkan buah secara optimal.

Telah belasan tahun Ida hidup dan bekerja di area perkebunan Asian Agri, namun ia tidak pernah bisa melupakan kali pertamanya menginjakan kaki di Pangkalan Kerinci, Riau, tanah yang jauh dari rumah.

“Dulu, kehidupan di perkebunan kelapa sawit cenderung monoton. Di luar laboratorium, tidak banyak kegiatan yang bisa saya lakukan,” ungkapnya.

Namun, Ida berhasil menyiasati kondisi tersebut dengan melakukan kegiatan yang menarik dan juga produktif bersama beberapa rekan kerjanya.

“Setiap orang pasti pernah merasa jenuh dengan lingkungan pekerjaannya. Namun, saya lebih suka melawan kejenuhan tersebut dengan memperbanyak teman untuk berburu kuliner dan berolahraga bersama. Tidak terasa, 15 tahun telah saya lalui dan selama ini terasa menyenangkan,” kata Ida sambil tertawa.

Tiga tahun lalu, Ida dan beberapa rekan kerjanya membentuk klub Hapkido Asian Agri. Sekarang, klub ini sudah memiliki 15 anggota yang semuanya merupakan karyawan di laboratorium COPPU.

Klub Hapkido asuhan Ida ini mengadakan latihan rutin dua kali dalam seminggu, setiap hari Selasa dan Jumat. Memegang sabuk hitam, Ida sendiri dan dua rekannya yang memimpin latihan rutin mereka.

Di luar kesibukannya di laboratorium dan di arena Hapkido, Ida masih memiliki satu hobi lain yang juga tidak awam digeluti oleh kaum hawa: mengembangbiakan anjing ras Rottweiler! Baginya, hobi ini juga sekaligus wadah untuk menerapkan pengetahuannya seputar pengembangan genetika.

“Saya gemar mengembangbiakan anjing dengan kawin silang karena saya adalah ahlinya di bidang ini. Di dalam laboratorium, saya mengembangbiakan tanaman, namun prinsip dasar keilmuannya tidak berbeda ketika diterapkan kepada hewan,” ujar Ida sambil tertawa.

“Ilmu yang saya miliki, saya terapkan kepada anjing peliharaan saya dan ternyata berhasil! Dua anakan Rottweiler saya bahkan menjuarai kompetisi anjing nasional beberapa waktu lalu,” pungkasnya bangga.

Ikuti jejak Ida! Bersama Asian Agri, ciptakan masa depan yang berkelanjutan bagi masyarakat dan negara karena kami adalah bagian dari kehidupan masyarakat. Bergabunglah bersama kami!

Leave a Reply