Skip to main content

Asian Agri meluncurkan Program Desa Bebas Api (DBA) atau Fire-Free Village Program (FFVP) pada tahun 2016 sebagai upaya mencegah kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

Melalui program ini, Asian Agri bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya kebakaran, memberikan alternatif metode pembukaan lahan tanpa bakar, sekaligus menawarkan insentif ekonomi bagi desa yang berhasil mencegah kebakaran di wilayahnya.

Program ini dimulai dengan sembilan desa di Riau dan Jambi. Kini, DBA telah berkembang mencakup 16 desa di kedua provinsi tersebut dengan area lebih dari 343.000 hektare, sebagaimana tercatat dalam Laporan Keberlanjutan 2024.

Artikel akan membahas:

  • Latar belakang dan tujuan Program Desa Bebas Api
  • Bagaimana program ini mencegah kebakaran melalui pelatihan, penyediaan peralatan, dan kerja sama dengan masyarakat
  • Hasil nyata yang dirasakan desa-desa peserta program

Memahami Program Desa Bebas Api

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia kerap bermula dari aktivitas pembukaan lahan di tingkat desa menggunakan metode tebas dan bakar, yang dianggap cepat dan murah. Namun, pada tanah gambut kering — terutama saat fenomena El Niño — api kecil bisa dengan cepat berkembang menjadi kebakaran besar yang sulit dikendalikan.

Untuk mengatasi risiko ini, FFVP fokus pada pencegahan sejak tingkat komunitas. Program ini berlandaskan lima prinsip utama:

  • Peningkatan – memberikan edukasi mengenai bahaya kebakaran dan kabut asap.
  • Pemberdayaan – melatih anggota masyarakat sebagai pemimpin regu pemadam desa dan membekali mereka teknik pencegahan serta respons dini.
  • Pengembangan – mendukung proyek-proyek desa yang meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi ketergantungan pada praktik pembakaran lahan.
  • Pendampingan – menyediakan metode alternative untuk pembukaan lahan yang ramah lingkungan tanpa bakar.
  • Penghargaan – memberikan insentif bagi desa yang berhasil menjaga wilayahnya bebas api.

Cara Kerja Program DBA: Pelatihan, Peralatan, dan Kemitraan

Tahap awal FFVP dimulai dengan pemetaan. Tim menganalisis data kebakaran sebelumnya dan mengidentifikasi area yang rawan di sekitar desa. Proses ini sejalan dengan prinsip peningkatan, memberikan masyarakat setempat gambaran yang lebih jelas tentang ancaman yang mereka hadapi.

Asian Agri juga bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan serta Manggala Agni, yang merupakan satuan tugas nasional penanggulangan kebakaran hutan, untuk melakukan pemantauan rutin. Bersama perangkat desa dan masyarakat, mereka mengadakan patroli berkala untuk mendeteksi potensi titik api sejak dini.

“Kami tidak pernah membuat peta risiko sendirian,” jelas Dani Nugraha Syafly, Fire Assistant Asian Agri. “Kami berjalan bersama warga, menunjukkan titik-titik rawan, dan berdiskusi langsung agar mereka melihat sendiri betapa cepat api bisa menyebar. Dari situ, pencegahan kebakaran menjadi komitmen bersama.”

Tim fire Asian Agri secara rutin bertemu dengan perwakilan desa untuk mencegah kebakaran di lahan masyarakat.

Setelah area rawan api dipetakan, Asian Agri bertemu dengan kepala desa untuk merumuskan bentuk kerja sama. Diskusi mencakup dukungan yang akan diberikan perusahaan, tanggung jawab desa, serta strategi pencegahan kebakaran. Jika sepakat, kedua pihak menandatangani perjanjian resmi sebagai tanda dimulainya program.

Asian Agri kemudian memberikan bantuan berupa perlengkapan pencegahan kebakaran, seperti:

  • Pompa air untuk pemadaman dini
  • Selang dan alat semprot untuk mengendalikan titik api
  • Alat komunikasi untuk koordinasi patroli dan pelaporan

Peralatan ini membantu tim lokal bertindak cepat ketika ancaman kebakaran muncul. Namun, alat-alat saja tidak cukup – keterlibatan dan kesadaran masyarakat sangat penting.

Inti dari program ini adalah masyarakatnya. Warga desa bukan hanya sekadar peserta, tetapi dilatih untuk mengambil peran utama dalam upaya pencegahan kebakaran sejak dini. Mereka yang memiliki kondisi fisik prima, memahami keselamatan kebakaran, dan mampu menginspirasi orang lain dipilih sebagai ketua regu pemadam desa — sebuah wujud nyata dari prinsip pemberdayaan yang diterapkan dalam program ini.

Tugas mereka meliputi:

  • Mengatur dan memimpin patroli kebakaran
  • Berkoordinasi dengan pihak berwenang
  • Memberikan edukasi kepada warga mengenai pencegahan kebakaran

Setiap ketua regu mengikuti 52 jam pelatihan teori dan tiga hari praktik lapangan yang mencakup:

  • Pengoperasian GPS (Global Positioning System)
  • Patroli
  • Kegiatan sosialisasi masyarakat
  • Simulasi pemadaman kebakaran

Prinsip pengembangan dalam DBA melihat potensi desa secara menyeluruh. Tim program bertemu dan berdiskusi dengan kepala desa untuk mengidentifikasi potensi yang dimiliki, seperti komoditas pertanian, keterampilan warga, atau sumber daya alam yang ada.

Dari situ, potensi tersebut diarahkan menjadi peluang nyata, misalnya dengan meningkatkan infrastruktur, mendukung usaha lokal, atau memperkuat koperasi desa. Tujuannya adalah membuat desa menjadi lebih tangguh dan berdaya dalam menghadapi berbagai tantangan.

Program ini juga mendorong masyarakat untuk mengurangi aktivitas yang memberi tekanan pada hutan sekitar. Salah satu caranya adalah dengan mengenalkan sumber pendapatan alternatif, seperti produksi dan penjualan madu, nanas, dan durian.

Melalui pelatihan dan pendampingan, warga dibekali pengetahuan untuk mengembangkan usaha ini, sehingga mereka bisa memperoleh penghasilan yang lebih stabil sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.

Selain itu, FFVP membantu desa-desa menemukan cara pengelolaan lahan yang lebih aman dan berkelanjutan. Jika sebelumnya pembukaan lahan dilakukan dengan cara tebas dan bakar, kini masyarakat dapat memanfaatkan mesin dan peralatan khusus yang dipinjamkan melalui program ini.

Manfaat Pencegahan Kebakaran Berbasis Komunitas

Bagi banyak desa, Program DBA memberikan manfaat yang jauh melampaui sekadar pencegahan kebakaran. Desa-desa yang berhasil menjaga lahannya mendapatkan dukungan berupa bantuan fasilitas dan sumber daya untuk memperkuat kesiapsiagaan mereka. Inilah penerapan prinsip penghargaan dalam program ini.

Desa-desa yang mampu membatasi area terbakar hingga kurang dari satu hektare mendapatkan insentif sebesar Rp50 juta, sementara desa yang berhasil bebas api sepenuhnya selama satu tahun penuh dapat memperoleh insentif hingga Rp100 juta.

Desa Semambu menerima insentif sebesar IDR 50 juta pada Penghargaan DBA di Jambi pada Juni 2025

Sistem insentif inilah yang menjadi salah satu ciri khas Program DBA. Bukan berupa uang tunai langsung, penghargaan yang diberikan dialokasikan untuk berbagai proyek pembangunan desa sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.

Lebih penting lagi, masyarakat kini mulai memiliki rasa tanggung jawab terhadap upaya menjaga wilayahnya agar tetap bebas api. Ada kebanggaan tersendiri ketika mereka berhasil melindungi lahan dari kebakaran. Kesadaran tentang bahaya kebakaran pun semakin meningkat, dan informasi ini terus dibagikan dari satu warga ke warga lainnya.

Para ketua regu pemadam desa, yang sebelumnya hanya dipandang sebagai relawan, kini telah menjadi sumber kepercayaan di tengah masyarakat. Mereka dipercaya untuk memberikan arahan dan solusi terkait langkah-langkah pencegahan kebakaran.

“Sebagai ketua regu, saya menyaksikan perubahan nyata. Warga lebih peduli, lebih tertib, dan lebih solid bekerja sama untuk mencegah kebakaran,” ujar Edi Susanto, Ketua Regu Desa Semambu.

Perubahan pola pikir seperti ini menjadi salah satu bukti paling nyata bahwa program ini berjalan efektif.

DBA bukan hanya tentang menghindari kebakaran, tetapi juga membangun budaya yang menghargai pencegahan, kerja sama, dan perencanaan jangka panjang. Sikap ini menjadi semakin penting saat menghadapi periode El Niño, ketika kondisi cuaca lebih kering dan risiko kebakaran meningkat.

Melalui pelatihan, peralatan, dan kerja sama tim yang dikembangkan dalam program ini, masyarakat mampu tetap waspada dan bertindak cepat — mencegah titik api kecil menjalar menjadi kebakaran besar.

Untuk menjaga keberlanjutan program dan dampaknya, Asian Agri bersama desa-desa peserta memperbarui komitmen mereka setiap tahun melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Program Desa Bebas Api.

Villages di bawah program DBA memperbarui komitmen mereka dalam acara DBA Awards di Pekanbaru, Riau, pada Juni 2025.

MoU ini membawa semangat baru. Isinya mencakup pelatihan lanjutan bagi tim pemadam kebakaran desa, peningkatan alat deteksi dan respons dini, sistem pelaporan titik api berbasis masyarakat, serta penghargaan berbasis kinerja bagi desa yang bebas dari api.

Tujuannya adalah untuk membuat kerja sama ini lebih terstruktur dan berkelanjutan, sekaligus membantu masyarakat menjadi lebih tangguh dalam menghadapi tantangan iklim.

Dengan komitmen yang konsisten, tanggung jawab bersama, dan dukungan langsung di lapangan, komunitas membuktikan bahwa pencegahan kebakaran tidak harus menjadi beban. Sebaliknya, ini bisa menjadi kisah sukses bersama yang terus tumbuh dan menguat setiap tahunnya.

Frequently Asked Questions (FAQ)

1. Apa itu Program Desa Bebas Api (DBA)?

Program Desa Bebas Api (DBA) adalah inisiatif Asian Agri untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan melalui pendekatan berbasis komunitas. Program ini memberikan pelatihan, peralatan pencegahan kebakaran, kampanye edukasi, dan insentif berbasis kinerja kepada desa-desa peserta. Melalui program ini, masyarakat diberdayakan untuk memantau risiko, mendeteksi titik panas lebih awal, dan merespons dengan cepat, terutama pada musim kemarau dan fenomena El Niño.

2. Bagaimana program ini mendukung pencegahan kebakaran sehari-hari?

Program Desa Bebas Api Asian Agri membantu masyarakat mencegah kebakaran melalui patroli, pemetaan wilayah, dan penerapan pengelolaan lahan yang aman. Warga desa juga mendapatkan pelatihan, peralatan pencegahan kebakaran seperti pompa air, selang, dan radio komunikasi, serta bimbingan tentang metode pembukaan lahan tanpa bakar. Selain itu, program DBA juga mendorong pengembangan mata pencaharian berkelanjutan dan memberikan insentif ekonomi, sehingga mengurangi ketergantungan pada praktik tebas-bakar sekaligus memperkuat ketahanan masyarakat terhadap risiko kebakaran.

3. Mengapa keterlibatan masyarakat itu penting?

Keterlibatan masyarakat dalam Program Desa Bebas Api Asian Agri sangat penting karena kebakaran di Indonesia sering bermula di dalam atau sekitar lahan desa. Warga desa berperan sebagai garis pertahanan pertama dengan mendeteksi asap sejak dini, menyebarkan informasi peringatan, dan merespons dengan cepat. Partisipasi ini meningkatkan kesadaran masyarakat, mendorong pengelolaan lahan yang lebih aman, serta membangun budaya kerja sama dan ketangguhan dalam mencegah kebakaran.

4. Bagaimana desa-desa mendapatkan penghargaan jika tetap bebas dari kebakaran?

Program Desa Bebas Api Asian Agri memberikan penghargaan kepada desa-desa yang berhasil mencegah kebakaran di wilayahnya. Desa yang mampu membatasi area terbakar kurang dari satu hektare menerima Rp50 juta, sedangkan desa yang berhasil bebas api sepenuhnya mendapatkan Rp100 juta. Insentif ini dialokasikan untuk berbagai proyek pembangunan, seperti perbaikan sekolah, peningkatan jalan, dan fasilitas kesehatan, sehingga pencegahan kebakaran memberikan manfaat nyata bagi masyarakat sekaligus mendorong partisipasi jangka panjang.

5. Pelatihan apa saja yang didapatkan ketua regu pemadam desa?

Setiap ketua regu mengikuti 52 jam pelatihan teori dan tiga hari praktik lapangan yang mencakup penggunaan GPS untuk navigasi, prosedur patroli, serta cara mengoperasikan peralatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran secara aman. Pelatihan intensif ini memastikan setiap tim dapat bertindak dengan sigap dan percaya diri saat menghadapi situasi darurat.

Pelajari bagaimana upaya pencegahan kebakaran menjadi bagian dari strategi keberlanjutan Asian Agri