Skip to main content

Stok Karbon Tinggi (HCS)


Asian Agri berkomitmen untuk mendukung kebijakan Konservasi Hutan atau yang biasa disebut Zero Deforestation, dan melestarikan hutan dengan stok karbon tinggi (HCS).

Asian Agri telah membentuk Technical Commitee (TC) yang bertugas untuk mengklasifikasikan hutan mana saja yang memiliki HCS, menentukan metodologi HCS, menentukan ambang batas untuk emisi gas rumah kaca, dan juga menentukan faktor yang mempengaruhi lingkungan sosial dan ekonomi daerah tersebut. TC terdiri dari enam ilmuwan berpengalaman dengan keahlian di bidang berikut:

  • Di atas dan di bawah lahan biomassa
  • Lahan karbon
  • Penginderaan jauh
  • Sosial ekonomi dan pembangunan berkelanjutan
  • Industri kelapa sawit global
  • Penilaian keberlanjutan

Nilai Konservasi Tinggi


 

Nilai Konservasi Tinggi mengacu pada nilai-nilai biologis, ekologis, sosial, dan budaya yang penting di tingkat regional, nasional, maupun global. Kebijakan ini juga memfokuskan pada konservasi hewan spesies langka, revitalisasi ekosistem, serta pemugaran situs cagar alam yang berada di sekitar masyarakat. Dengan begitu akan tumbuh nilai konservasi tinggi di lahan yang sudah disediakan. Selanjutnya adalah tanggung jawab perusahaan untuk mempertahankan dan meningkatkan nilai konservasi yang sudah ada di lahan tersebut.

Sebagian besar unit operasi Asian Agri didirikan di daerah-daerah yang telah terdegradasi dengan nilai keanekaragaman hayati yang relatif rendah. Namun, unit operasi Asian Agri juga didirikan berdasarkan konsesi yang diberikan secara resmi oleh pemerintah dan tetap memperhatikan area yang memerlukan perlindungan. Di perkebunan Asian Agri, beberapa daerah disisihkan untuk melestarikan spesies yang dilindungi dan terancam punah. Kawasan ini meliputi habitat satwa liar, zona riparian dan daerah yang memiliki kepentingan budaya tinggi bagi masyarakat setempat.

Untuk memastikan kebijakan konservasi ini berjalan dengan baik, kami memiliki tim khusus yang mengawasi Nilai Konservasi Tinggi.

Berikut adalah beberapa jenis spesies flora dan fauna ditemukan di perkebunan Asian Agri:

Daerah Flora Fauna
CR EN VU NT LR LC DD CR EN VU NT LR LC DD
Sumatra Utara 3 4 7 0 26 2 6 0 4 7 10 0 102 0
Riau 0 3 2 0 24 0 3 1 10 14 9 11 82 2
Jambi 0 0 0 0 1 0 0 0 3 3 1 0 14 0

 

Daftar hewan langka yang hampir punah :

Daerah Flora Fauna
CR EN CR EN
Sumatra Utara Hopea mengarawan, Parashorea aptera V.SI. Shorea faguetiana Heim, Shorea dasyphylla Foxw, Shorea bracteolata Dyer Manis Javanica
Riau Shorea teysmanniana Dyer, Shorea bracteolata Dyer Batagur Baska, Orlitia Borneensis, Manis Javanica Presbytis melalophos, Hylobates agilis, Elephas maximus
Jambi Presbytis melalophos, Elephas maximus

*CR: Critically Endangered
*EN: Endangered


Pengurangan Gas Emisi


 

Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, minyak kelapa sawit telah menjadi salah satu topik yang menjadi bahan perbincangan secara global. Perkebunan kelapa sawit dianggap telah menyebabkan masalah lingkungan seperti, emisi gas rumah kaca (GHG), pemanasan global, dan perubahan iklim. Terdapat dua unsur yang menjadi perhatian utama dalam emisi gas rumah kaca, yaitu karbondioksida dan metana. Stakeholder atau pemangku kepentingan mengharapkan perusahaan terus memantau sumber dan menerapkan langkah-langkah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca tersebut.

Asian Agri telah menguji standar kualitas emisi gas melalui cerobong asap dan generator. Uji standar ini tentunya disesuaikan berdasarkan prosedur ISO 14001, yang mengacu pada Sistem Manajemen Lingkungan. Melalui uji standar ini, emisi ini dipantau secara rutin oleh tim internal kami setiap 6 bulan dan diverifikasi oleh pihak ketiga.

Berdasarkan pedoman ISCC dan RSPO, setiap tahunnya Asian Agri juga melakukan perhitungan GHG untuk semua pabrik dan perkebunan perusahaan. Perhitungan ini membantu produsen minyak kelapa sawit untuk memperkirakan dan memantau emisi gas rumah kaca dari perkebunan ke pabrik. Perhitungan ini juga memungkinkan perusahaan minyak kelapa sawit untuk mengidentifikasi letak emisi gas rumah kaca di area utama rantai produksi. Dengan begitu langkah ini akan membantu mengurangi jumlah emisi gas rumah kaca.

Dari perhitungan GHG tersebut Asian Agri berhasil mendapatkan sertifikat ISCC dan RSPO. Perhitungan tersebut juga telah diverifikasi oleh auditor yang terakreditasi.

Berikut adalah tabel emisi gas rumah kaca (perhitungan berdasarkan kalkulator GHG RSPO)

Provinsi Emisi GHG di Tanah Mineral(t CO2 eq / t CPO) Emisi GHG di Lahan Gambut
(t CO2 eq / t CPO)
2014 2015 2016 2014 2015 2016
Sumatra Utara 1.22 0.82 0.23 28.31 19.18 16.04
Riau 1.52 1.43 0.70 11.50 12.33 9.38
Jambi 1.62 1.52 0.56 N/A N/A N/A

Pada dasarnya sumber emisi gas rumah kaca terbesar berasal dari penggunaan lahan dan limbah pabrik minyak sawit. Sementara itu, salah satu cara untuk menyerap emisi gas tersebut adalah dengan menggunakan berbagai jenis tanaman. Tanaman-tanaman tersebut dapat menyerap gas metana dan mengubahnya menjadi energi baru. Sedangkan untuk lahan gambut adalah lahan organik dengan kandungan karbon yang cukup tinggi, yang bila dikeringkan untuk dijadikan lahan perkebunan, akan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih tinggi. Namun, dengan Best Management Practices (BMP), emisi ini bisa diminimalisir.

Asian Agri menyadari bahwa untuk meminimalisir emisi gas rumah kaca, diperlukan teknologi khusus yang bisa mendukung Best Management Practices (BMP). Asian Agri pertama kali mengidentifikasi sumber terbesar emisi gas rumah kaca dan penyerapan karbon di wilayah operasional Asian Agri. Dari sana kemudian kami menguji berbagai metode yang tepat untuk meminimalisir emisi gas tersebut.

Salah satu cara yang digunakan oleh Asian Agri untuk mengurangi emisi gas rumah kaca adalah dengan memasang pembangkit listrik biogas dengan teknologi yang bisa menyerap gas metana. Sampai saat ini, Asian Agri telah membangun 5 pabrik biogas yang tersebar di Sumatra Utara, Riau dan Jambi. Pabrik biogas menyerap metana yang berasal dari limbah pabrik minyak sawit. Penyerapan ini tentunya akan berdampak signifikan dalam mengurangi jumlah karbondioksida yang mencemari udara.

Setiap pabrik biogas mampu menghasilkan gas sebanyak 60 ton/jam dengan potensi menghasilkan listrik sekitar 2 MW. Dengan asumsi setiap rumah menggunakan 900 watt, setiap pabrik biogas bisa menyalurkan listrik ke sekitar 2.000 rumah. Selain lima pabrik biogas (dua di Sumatera Utara, dua di Riau dan 1 di Jambi), Asian Agri juga telah membangun tiga pabrik biogas lainnya yang telah berjalan di tahun 2017, masing-masing di Riau dan Jambi. Dengan tujuh pabrik biogas yang beroperasi, Asian Agri mampu menghasilkan daya hingga mencapai 10 MW. Tentunya ini merupakan kontribusi yang besar bagi keamanan energi nasional. Pada tahun 2020, Asian Agri menargetkan akan membangun 20 pabrik biogas.

Selain itu, Asian Agri juga telah memasang 11 alat gasifikasi di pabrik tersebut. Gasifikasi adalah proses konversi bahan bakar fosil menjadi bahan campuran gas. Campuran gas tersebut akan menghasilkan syngas (gas sintesis), sejenis bahan bakar. Gas yang dihasilkan dari gasifikasi dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk menghasilkan tenaga. Teknologi ini dapat mengurangi sekitar 30% konsumsi bahan bakar fosil.

Asian Agri juga melibatkan berbagai organisasi untuk menentukan metodologi penghitungan emisi GHG, termasuk RSPO dan ISPO. Asian Agri juga berpartisipasi dalam kelompok kerja GHG RSPO dan telah memberikan masukan untuk menghitung GHG minyak sawit selama proses audit. Selain itu, Asian Agri juga aktif berpartisipasi dalam seminar GHG ISPO untuk mengembangkan prosedur penghitungan GHG bersama stakeholder lainnya.

Leave a Reply